Senin, 14 Desember 2009

ATASI HIV/AIDS DENGAN CARA ISLAM, BUKAN DENGAN CARA LIBERAL!


[Al-Islam 482] SATU Desember sudah sejak tahun 1998 diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia. Peringatan Hari AIDS Sedunia berawal dari Pertemuan Puncak Menteri-menteri Kesehatan dari 148 negara yang tergabung dalam WHO untuk Program Pencegahan AIDS pada 1 Desember 1988 di London, Inggris.

Tahun ini, di Tanah Air Hari AIDS Sedunia juga diperingati di sejumlah daerah dengan berbagai aksi. Di Semarang, misalnya, sejumlah unjuk rasa digelar. Mereka berharap masyarakat mewaspadai bahaya AIDS dan tak mengucilkan para penderita. Di Madiun Komite Penanggulangan AIDS (KPA) serta LSM Bambu Nusantara Madiun melakukan aksi bagi-bagi bunga, leaflet dan stiker ke pengguna jalan di kota dan kabupaten. Di Jawa Barat Peringatan Hari AIDS Sedunia dipusatkan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), yang dihadiri para wakil pemerintah kota/kabupaten serta lembaga swadaya masyarakat (Detik.com, 1/12).

Sampai sekarang, AIDS masih menempati peringkat keempat penyebab kematian terbesar di dunia. Menurut WHO (2009) jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 33,4 juta jiwa di seluruh dunia. Di Indonesia, kasus HIV/AIDS ditemukan pertama kali tahun 1986 di Bali. Departemen Kesehatan RI memperkirakan, 19 juta orang saat ini berada pada risiko terinfeksi HIV. Adapun berdasarkan data Yayasan AIDS Indonesia (YAI), jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh Indonesia per Maret 2009, mencapai 23.632 orang. Dari jumlah itu, sekitar 53 persen terjadi pada kelompok usia 20-29 tahun, disusul dengan kelompok usia 30-39 tahun sekitar 27 persen.

Adapun berdasarkan cara penularan, 75 hingga 85 persen HIV/AIDS ditularkan melalui hubungan seks, 5-10 persen melalui homoseksual, 5-10 persen akibat alat suntik yang tercemar terutama pengguna narkoba jarum suntik dan 3-5 persen tertular lewat transfusi darah.


Penanggulangan yang Salah-Kaprah

Selama ini, penanggulangan HIV/AIDS di dunia maupun di Indonesia secara umum mengadopsi strategi yang digunakan oleh UNAIDS dan WHO. Karena penyakit ini hingga sekarang belum ada obat untuk menyembuhkannya, area pencegahan adalah salah satu prioritas yang harus dilakukan. Di antara program yang masuk dalam area pencegahan pada Strategi Nasional Penanggulangan HIV-AIDS adalah: Kondomisasi, Subsitusi Metadon dan Pembagian Jarum Suntik Steril. Upaya penanggulangan HIV/AIDS versi UNAIDS ini telah menjadi kebijakan nasional yang berada di bawah koordinasi KPAN (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional).

Kondomisasi (100% kondom) sebagai salah satu butir dari strategi nasional telah ditetapkan sejak tahun 1994 hingga sekarang. Saat ini kampanye penggunaan kondom semakin gencar dilakukan melalui berbagai media, dengan berbagai macam slogan yang mendorong penggunaan kondom untuk ‘safe sex’ (seks yang aman) dengan ‘dual protection’ (melindungi dari kehamilan tak diinginkan sekaligus melindungi dari infeksi menular seksual). Kampanye kondom juga dilakukan dengan membagi-bagikan kondom secara gratis di tengah-tengah masyarakat seperti mal-mal dan supermarket. Terakhir, demi memperluas cakupan sasaran penggunaan kondom (utamanya para ABG/remaja yang masih segan kalau harus membeli di apotik), telah lama diluncurkan program ATM (Anjungan Tunai Mandiri) kondom. Cukup dengan memasukkan 3 koin lima ratus perak, maka akan keluar 3 boks kondom dengan 3 rasa.

Adapun Subsitusi Metadon dan Pembagian Jarum Suntik Steril saat ini dilakukan dalam bentuk Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Pembagian jarum suntik steril bahkan telah menjadi salah satu layanan di rumah-rumah sakit, puskesmas-puskemas dan di klinik-klinik VCT (voluntary Counseling and Testing). DepKes menyediakan 75 rumah sakit untuk layanan CST (Care Support and Treatmen), tercatat 18 Puskesmas percontohan, 260 unit layanan VCT yang tersebar di seluruh Indonesia.

Bagaimana hasilnya? Kenyataan berbicara, kondomisasi ini bukan hanya terbukti gagal mencegah penyebaran HIV/AIDS, namun malah menumbuhsuburkan wabah penyakit HIV/AIDS. Di AS, kampanye kondomisasi yang dilaksanakan sejak tahun 1982 terbukti menjadi bumerang. Hal ini dikutip oleh Hawari, D (2006) dari pernyataan H. Jaffe (1995), dari Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (US:CDC: United State Center of Diseases Control). Evaluasi yang dilakukan pada tahun 1995 amat mengejutkan, karena ternyata kematian akibat penyakit AIDS malah menjadi peringkat no. 1 di AS, bukan lagi penyakit jantung dan kanker.

Prof. Dr. Dadang Hawari (2002) pernah menuliskan hasil rangkuman beberapa pernyataan dari sejumlah pakar tentang kondom sebagai pencegah penyebaran HIV/AIDS antara lain sebagai berikut:

Efektivitas kondom diragukan (Direktur Jenderal WHO Hiroshi Nakajima, 1993).
Virus HIV dapat menembus kondom (Penelitian Carey [1992] dari Division of Pshysical Sciences, Rockville, Maryland, USA).
Penggunaan kondom aman tidaklah benar. Pada kondom (yang terbuat dari bahan latex) terdapat pori-pori dengan diameter 1/60 mikron dalam keadaan tidak meregang; dalam keadaan meregang lebar pori-pori tersebut mencapai 10 kali. Virus HIV sendiri berdiameter 1/250 mikron. Dengan demikian, virus HIV jelas dengan leluasa dapat menembus pori-pori kondom (Laporan dari Konferensi AIDS Asia Pacific di Chiang Mai, Thailand (1995).
Jika para remaja percaya bahwa dengan kondom mereka aman dari HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya, berarti mereka telah tersesatkan (V Cline [1995], profesor psikologi dan Universitas Utah, Amerika Serikat).
Prof. Dadang Hawari meyakini, dari data-data tersebut di atas jelaslah bahwa kelompok yang menyatakan kondom 100 persen aman merupakan pernyataan yang menyesatkan dan bohong (Republika, 13/12/2002).

Di sisi lain, strategi subsitusi pada hakikatnya tetap membahayakan, karena semua subsitusi tersebut tetap akan menimbulkan gangguan mental, termasuk metadon (Hawari, D. , 2004). Selain itu, metadon tetap memiliki efek adiktif (Bagian Farmakologi. FK. UI. Jakarta, 2003).

Adapun pemberian jarum suntik steril kepada pengguna narkoba jarum suntik agar terhindar dari penularan HIV/AIDS juga merupakan strategi yang sangat tidak jelas. Memberikan jarum suntik meskipun steril, di tengah-tengah jeratan mafia narkoba sama saja menjerumuskan anggota masyarakat kepada penyalahgunaan narkoba. Apalagi para pengguna narkoba ini tetap berisiko terjerumus pada perilaku seks bebas akibat kehilangan kontrol, meskipun mereka telah menggunakan jarum suntik steril.

Seks Bebas: Cikal-Bakal HIV/AIDS

Infeksi HIV/AIDS pertama kali ditemukan di kalangan gay San Fransisco, tahun 1978. Selanjutnya AIDS merebak di kota-kota besar Amerika seperti New York, Manhattan juga di kalangan homoseksual. Inilah yang menjadi bukti bahwa penyakit berbahaya ini berasal dari kalangan berperilaku seks bebas dan menyimpang. Selanjutnya, budaya seks bebas pula yang menjadi sarana penyebaran virus HIV/AIDS secara cepat dan meluas di Amerika hingga ke seluruh penjuru dunia. Peranan seks bebas dalam penularan HIV/AIDS ini dibenarkan oleh laporan survey CDC Desember 2002.

Sementara itu, adanya kelompok ‘baik-baik’ (anak-anak, korban transfusi darah tercemar HIV dan tidak melakukan penyimpangan perilaku) yang kemudian tertular HIV/AIDS, tidaklah menunjukkan bahwa penyakit ini bukanlah penyakit akibat penyimpangan perilaku, karena pada hakikatnya tertularnya mereka yang ’baik-baik’ ini pun berawal dari ’dibiarkan dan dipeliharanya’ perilaku menyimpang (seks bebas dan penyalahgunaan NAPZA) di tengah masyarakat. Karena itu, menurut dr. Faizatul Rosyidah dalam sebuah artikelnya, sungguh suatu kebodohan yang menyesatkan menyatakan bahwa “Masalah HIV hanyalah masalah medis semata yang tidak berkaitan dengan perilaku seks bebas” dengan menjadikan korban-korban tak bersalah tersebut sebagai dalih (Eramuslim, 1/12/2009).


Solusi Islam

Jelas, memerangi penyebaran HIV/AIDS yang mematikan ini bukanlah dengan metode liberal seperti yang selama ini diinformasikan kepada masyarakat, melainkan dengan cara Islam. Pertama: Dengan menerapkan aturan Sang Pencipta, Allah SWT, yang melarang seks bebas (perzinaan), kemaksiatan dan penggunaan khamr (termasuk narkoba). Tentang larangan zina, Allah SWT berfirman:

وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا

Janganlah kalian mendekati zina karena zina itu perilaku keji dan jalan yang amat buruk (QS al-Isra’ [17]: 32).

Allah SWT juga memberlakukan hukuman yang amat keras bagi pelaku zina, yakni hukuman cambuk (Lihat: QS an-Nur [24]: 2). Nabi saw. bahkan memberlakukan hukuman rajam sampai mati atas pezina yang pernah menikah. Hukuman yang berat juga harus diberlakukan atas para pengguna narkoba. Selain memang barang haram, narkoba terbukti menjadi alat efektif dalam penyebarluasan HIV/AIDS.

Tanpa penerapan aturan hukum-hukum Allah ini, terbukti akibatnya sangat fatal. Pada April lalu Bkkbn online melansir hasil temuan penelitian mengenai seks bebas di kalangan remaja di 5 kota besar Indonesia yang cukup mengejutkan. Pada penelitian tersebut Jawa Barat diwakili kota Tasikmalaya dan Cirebon. Hasilnya, 17% remaja Tasik mengaku sudah melakukan seks pra nikah, dan 6,7 % remaja Cirebon mengaku penganut seks bebas. Sebelumnya, pada Juli-Desember 2006, Annisa Foundation juga pernah melakukan penelitian kepada 412 orang siswa SMP dan SMA di Cianjur. Hasilnya, lebih dari 42,3 persen pelajar perempuan di kota santri itu telah melakukan hubungan seks pra-nikah yang dilakukan atas dasar suka sama suka dan sebagian dilakukan dengan lebih dari satu pasangan. Di Bandung temuan penelitian BKKBN menyebutkan, sekitar 21-30% remaja melakukan seks pra nikah, menyamai DKI Jakarta dan Jogjakarta.

Angka-angka fantastis terkait HIV/AIDS dan seks pra nikah ini tentu akan sebanding dengan angka penyebaran penyakit menular seksual di kalangan remaja (termasuk HIV/AIDS), penyalahgunaan narkoba (khususnya penggunaan melalui jarum suntik yang menjadi jalan penyebaran HIV/AIDS) dan tingginya kasus aborsi. Hingga September 2008, tercatat sekitar 4,56% pelajar Jawa Barat telah terinveksi HIV/AIDS. Adapun aborsi, dari 400 ribu kasus aborsi yang terjadi di Jawa Barat setiap tahun, separuhnya ditengarai dilakukan oleh remaja (Bkkbn.go.id). Untuk kasus penyalahgunaan narkoba, bulan Maret lalu Pikiran Rakyat pernah melansir berita, bahwa remaja korban narkoba di Indonesia ada 1,1 juta orang atau 3,9 % dari total jumlah korban.

Kedua: Semua jenis industri seks bebas dan narkoba harus diberantas habis. Selain itu, tentu harus ada jaminan dari pemerintah mengenai lapangan pekerjaan yang layak dan halal bagi para pelaku bisnis haram tersebut.

Ketiga: mengubur akar persoalannya, yakni sekularisme dan liberalisme, kemudian menggantinya dengan akidah dan sistem Islam. Dalam hal ini, penerapan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan adalah keniscayaan. Sudah saatnya Pemerintah dan seluruh komponen bangsa ini segera menerapkan seluruh aturan-aturan Allah (syariah Islam) secara total dalam seluruh aspek kehidupan, dalam institusi Khilâfah ‘ala Minhâj an-Nubuwwah. Hanya dengan itulah keberkahan dan kebaikan hidup—tanpa AIDS dan berbagai bencana kemanusiaan lainnya—akan dapat direngkuh dan ridha Allah pun dapat diraih. Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. []


0 komentar:

Posting Komentar

Followers

Archive

 

LDK At-Thabrani. Make Over Blog By Sofyan Sulaiman